https://www.shilohcreekkennels.com/

Kita semua tahu, masakan Indonesia tuh kaya banget. Dari Sabang sampai Merauke, tiap daerah punya rasa dan aroma khas yang bikin lidah bergoyang. Tapi, pernah nggak sih kamu merasa kalau masakan zaman sekarang rasanya mulai beda? Bukan cuma soal teknik masak atau bahan yang lebih praktis, tapi juga soal bumbu. Yap, bumbu-bumbu tradisional yang dulu jadi andalan di dapur ibu atau nenek kita, sekarang mulai tersingkir pelan-pelan.

Sebagai seseorang yang doyan masak (dan makan), jujur aku cukup miris. Di balik wangi harum tumisan bawang dan rempah-rempah, ada cerita panjang yang mulai dilupakan.


Dari Ulegan ke Blender

Dulu, ngulek bumbu pakai cobek itu TRISULA88 LOGIN semacam ritual. Ada sensasi tersendiri saat bawang merah, bawang putih, kemiri, cabai, dan rempah lainnya bertemu dan saling menyatu. Tapi sekarang? Blender langsung nyala, semua masuk jadi satu, selesai. Memang sih lebih cepat, tapi rasanya beda.

Bumbu tradisional itu bukan cuma soal bahan, tapi juga cara mengolahnya. Ngulek dengan tangan bikin tekstur bumbu lebih halus dan merata. Aroma pun lebih keluar. Sedangkan blender kadang bikin bumbu terlalu halus atau malah overheat, bikin rasa jadi berubah.


Rempah yang Terlupakan

Siapa di sini yang masih pakai kencur? Atau temu kunci? Dua bumbu ini dulunya sering banget dipakai buat masakan tradisional kayak pecel, sayur bening, sampai pepes. Tapi sekarang, udah jarang banget kelihatan di dapur orang-orang muda.

Penyebabnya? Banyak. Mulai dari sulitnya cari bahan segar di pasar modern, sampai rasa yang dianggap “aneh” buat lidah generasi sekarang. Padahal, rempah-rempah itu punya manfaat luar biasa buat kesehatan. Kencur, misalnya, bagus buat pencernaan dan tenggorokan. Tapi sayangnya, kalah saing sama bumbu instan sachet-an.


Bumbu Instan: Solusi Cepat Tapi Bikin Lupa

Nggak bisa dipungkiri, hidup makin sibuk. Masak pun jadi harus serba cepat. Di sinilah bumbu instan jadi penyelamat. Tinggal sobek, tuang, aduk, jadi. Rasanya? Cukup enak, meskipun seringkali terlalu asin atau gurih berlebihan.

Masalahnya, lama-lama lidah kita terbiasa sama rasa buatan itu. Jadi pas makan masakan tradisional asli, rasanya malah dianggap kurang nendang. Padahal, bumbu asli tuh justru lebih balance dan sehat.


Kembali ke Akar: Waktunya Reconnect dengan Dapur Asli

Sebagai generasi yang tumbuh di tengah teknologi, bukan berarti kita harus ninggalin semua yang tradisional. Justru sekarang saatnya kita belajar lagi soal bumbu-bumbu warisan leluhur. Bukan cuma buat menjaga cita rasa, tapi juga biar nggak putus ilmu dari generasi sebelumnya.

Coba deh, sesekali masak sayur asem pakai bumbu ulegan. Atau bikin urap dengan kelapa parut dan kencur segar. Rasanya beda, lebih hidup. Dan percayalah, meskipun sedikit lebih repot, ada kepuasan tersendiri yang nggak bisa dikasih sama bumbu instan.


Menjaga Tradisi Lewat Rasa

Kita nggak harus ekstrem balik ke zaman dulu sepenuhnya. Tapi menjaga bumbu tradisional tetap hidup itu penting. Bisa dimulai dari hal kecil, seperti mengenali jenis rempah, beli bahan segar di pasar tradisional, atau ajak anak-anak kenalan sama cobek dan ulekan.

Karena pada akhirnya, masakan bukan cuma soal kenyang. Tapi juga soal cerita, sejarah, dan cinta yang diwariskan dari dapur ke dapur. Jadi, yuk, jangan biarkan bumbu tradisional kita menghilang begitu saja. Karena di balik setiap racikan, ada rasa yang nggak tergantikan.

Selamat memasak, dan selamat merawat rasa.